Konsolidasi Keuangan di Awal Tahun

Friday, January 4, 2013



Konsolidasi Keuangan di Awal Tahun. Tahun 2013 baru berjalan beberaoa hari yang lalu. Situasi ekonomi global makin tak menentu. Pulihnya Eropa makin jauh dari harapan. Sementara itu, ancaman konflik Iran dan Amerika makin dekat dan bisa membuat harga minyak tak terkendali.



Tetapi biarlah itu jadi urusan para pengamat, pengelola dana swasta, atau pemerintah. Kita lebih baik memperkuat keuangan agar tidak gagap menghadapi situasi yang tidak menentu.



Beres-beres utang

Beragam literatur dan penerbitan merekomendasikan kita berbenah dengan utang di awal tahun. Masuk akal, sebab dengan memberesi utang, kita tahu secara riil kemampuan keuangan yang ada di kantong. Jangan sampai seolah-olah punya banyak uang padahal tiap bulan tagihan membanjir.


Konsolidasi Keuangan di Awal Tahun

Jangan pernah merasa tidak mampu melunasi utang kartu kredit yang biasanya digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi. Baik telepon maupun makan di restoran. Bagaimana dengan utang rumah? Biarkan saja seperti sebelumnya. Terlalu berat untuk dilunasi. Apalagi, rumah biasanya jadi aset yang nilainya selalu lebih tinggi dari inflasi.



Siapkan rancangan pengeluaran

Bagi yang sudah memiliki anak atau masih sekolah, jangan lupa: pertengahan tahun adalah waktunya daftar ulang. Butuh biaya bukan hanya untuk urusan administrasi sekolah, tapi juga keperluan lain seperti buku. Karena itu, rancangan anggaran tetap dan tidak tetap (misalnya dibayar sekali atau dua kali dalam setahun) harus disiapkan.



Kebutuhan sekolah, pajak kendaraan, dan lain-lain yang dibayar sekali atau dua kali setahun terkadang luput dari perencanaan anggaran. Bisa karena dianggap remeh, bisa pula karena adanya kebutuhan di luar perencanaan. Apalagi jika masih ada utang konsumtif lewat kartu kredit misalnya, tentu sangat mengganggu.



Bersikap tega dengan pendapatan

Sekadar berbagi cerita. Seorang teman, bujangan, gajinya di atas Rp 6 juta per bulan. Hidup sendiri. Tapi setiap bulan dia tak pernah punya dana lebih. Kalau ditanya gajinya digunakan untuk apa, dia tidak bisa menjawab. Yang pasti, asetnya tetap satu sepeda motor.



Belakangan dia sadar perlunya tabungan lantaran terpikir untuk menikah. Akhirnya, dia mulai berhitung dengan pengeluaran. Dengan cara yang tega, dia memangkas 20 persen gajinya tiap bulan di muka, dan mengirimnya ke rekening khusus. Hanya sisanya yang dibelanjakan. Inilah yang dimaksud memisahkan rekening: konsumsi dan investasi. Bagian konsumsi dibelanjakan, dan investasi ditanamkan dalam bentuk emas batangan, saham, atau lainnya. Konsumsi aman, aset pun terjaga.



Pilih: investasi atau lindung nilai

Lebih mudah mengukur keinginan kita dengan menghitung ekspektasi atau harapan. Misalnya, uang yang disimpan pada rekening khusus tadi, diharapkan nilainya kelak minimal tidak berubah dengan sekarang. Kalau sekarang bisa beli motor, yang akan datang juga setara dengan harga motor. Syukurlah kalau bisa tambah sepeda.



Jika itu yang diinginkan, gunakan asumsi lindung nilai. Berarti, ditempatkan pada instrumen yang teruji memberikan tingkat pengembalian minimal di atas inflasi dan stabil. Misalnya, emas atau deposito. Tapi kalau diniatkan investasi, tentu harapannya dapat kelebihan besar. Maka hukum investasi belaku: ada risiko besar siap menerkam. Instrumennya bisa valuta asing atau saham.



Terakhir, semuanya sangat tergantung konsistensi melaksanakan dan menentukan pilihan. Mau jadi raja sehari atau bahagia seumur hidup. Sebab, “Kebahagiaan itu bukan sesuatu yang tinggal dinikmati. Kebahagiaan datang dari yang kita lakukan,” kata Dalai Lama  XIV.


0 comments:

Post a Comment